BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan survei kesehatan
rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%,
anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta
2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta
remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis,
sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume
eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang
sehat (Nelson,1999). Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat
besi atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang
kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena
pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah
dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang
bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll,
tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar Anemia bisa
menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari kerusakan
sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin
dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu
mendapat perhatian.
B. Tujuan
a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
membuat asuhan keperawatan penyakit anemia.
b.Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa
mampu:
1.Mengetahui anatomi fisiologi darah
2.Mengetahui pengertian anemia
3.Mengetahui etiologi anemia
4.Mengetahui patofisologi anemia
5.Mengetahui manifestasi klinis anemia
6.Mengetahui macam-macam anemia
7.Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita
anemia
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
Sistem hematology tersusun atas darah
dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah
adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi
dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap
organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis
sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit.
1.Sumsum tulang Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan
bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat
badan total,sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa
berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah
merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang
sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi
elemen darah.
2.Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak
berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah
tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam
perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar
yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh
yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah
protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal
melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2
pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung
sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat
sempurna.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium
pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum
tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah
yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular.
Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan,
retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang.
3.Leukosit (sel darah putih)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.
Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel
plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh
untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa
kebanyakan di transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami
peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap
bahan infeksius yang mungkin ada. Ada 6 macam sel darah putih yang secara
normal di temukan dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil
polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit,
limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar
trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang
dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu
sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu
mereka disrbut granulosit atau dalam terminologi klinis disebut “poli” karena
intinya multipel.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang
terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama
limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun.
4.Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm, yang
terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat
dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah,
tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan
kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut
megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein.
Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi
pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera
tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya
menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau
sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari
trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah.
5.Plasma darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa
dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain.
Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum.
Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen
dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin
tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium
yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh
protein tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi, dinamakan
immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein
plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan nfaktor
pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam
bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa
tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen,
tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi
pada tahap-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system
vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga
keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam
rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas
mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi
sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan,
diantara zat lainnya.
B. Defenisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan
volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk
orang sehat (Nelson,1999). Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang
dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu
lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997). Anemia adalah keadaan dimana
jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,
2003)
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam
jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem
berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998).
Anemia adalah suatu
keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga
normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan hematokrit (Ht) <
41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37 % pada wanita. Memungkinkan
terjadinya :
- Penurunan Kuantitas hemoglobin
- Penurunan Komponen Earitrosit
Normal HT 3 kali lipat dari HB
C. Etiologi
Dikelompokkan menjadi 2 faktor utama, yaitu
:
1.Penurunan produksi eritrosit, dapat terjadi karena :
a. Kerusakan sumsum tulang
b. Berkurangnya bahan pembentuk eritrosit
2.Peningkatan kehilangan eritrosit dalam sirkulasi
a. percepatan penghancuran eritrosit
b. Perdarahan
D. Patofisiologi
1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke
jaringan berkurang
2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan
menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia
3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin),
takikardi,dyspne, syok
4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50%
terdapat kompensasi adalah:
a.Peningkatan curah jantung dan pernafasan
b.Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
c.Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan
d.Redistribusi aliran darah ke organ vital
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini
umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan
vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena
faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat
yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut
serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
E. Manifestasi Klinik
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2.T akikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina
(sakit dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau
diare)
F. Klasifikasi Anemia
1.Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)
a. Etiologi
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus
peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi
umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahun.
1). Kehilangan darah mendadak
a).Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek
kardiovaskular yang fisiolgis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran
darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal
dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak dan
jantung)
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang
hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat,
transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak
15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan
(shock) yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan
renjatan yang ireversibel dengan angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah
plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat
cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia
b). Pengobatan terlambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi
pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular
dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai
hemoglobin, erirosit dan hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk
mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoetik menjadi
hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal jantung.
2). Kehilangan darah menahun
Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi,
bila tidak diimbangi dengan masukan besi yang cukup.
2. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi sering ditemukan di Indonesia. Anemia
defisiensi zat besi merupakan suatu penyakit yang dapat mengakibatkan efeka
yang sangat serius pada fungsi jantung dan paru jika tidak segera ditangani.
Selain itu juga dapat menyebabkan kematian. Anemia defisiensi besi sering
terjadi pada pria atau wanita pasca menopause. Menurut Sneltzer (2002) bahwa
penyebab tersering pada anemia yang dialami oleh pria ataupun wanita pasca
menopause disebabkan karena kurangnya masukan nutrisi. Selain pada pasca
menopause juga dapat terjadi pada bayi. Anemia akibat defesiensi besi untuk
sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak.
Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu.
Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa
kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus
direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan. Disamping kebutuhan
pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi
normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi
positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.
G. Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi:
1.Gagal jantung Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah
dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif
pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel
dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia, atau kekurangan penyediaan oksigen
ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan
tiba-tiba.
2.Kejang Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut
kejang.
3.Perestesia
BAB III
1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik
b. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
c. Observasi adanya manifestasi anemia
a). Manifestasi umum
- Kelemahan otot
- mudah lelah
- kulit pucat
b). Manifestasi sistem syaraf pusat
- Sakit kepala
- Pusing
- Kunang-kunang
- Peka rangsang
- Proses berpikir lambat
- Penurunan lapang pandang
- Apatis
- Depresi
c). Syok (anemia kehilangan darah)
- Perfusi perifer buruh
- Kulit lembab dan dingin
- Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
- Peningkatan frekwensi jatung
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksi
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum.
c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan
tubuh.
d. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah
3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksia.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
menunjukkan tingkat perfusi jaringan yang sesuai.
Kriteria Hasil:
a. Tidak ada sianosis sentral atau perifer.
b. Kulit hangat atau kering.
c. Status mental biasa.
d. Observasi perubahan status mental.
e. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
g. Tinggikan kaki atau telapak bila di tempat tidur atau kursi.
h. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, bingung.
i. Gelisah, bingung, disorientasi atau perubahan sensori atau motor
dapatmenunjukkan aliran darah, hipoksia atau cidera faskuler serebral (CSV)
sebagai akibat emboli sistemik.
j. Kulit pucat/sianosis, kaku membrane bibir atau lidah menunjukkan
vasokontriksi/ syok dan gangguan aliran sistemik.
k.Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
l. Menurunkan status vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis
untuk menurunkan resiko pembentukan thrombus.
m.Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau
defisiensi vitamin B12.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien
melaporkan peningkatan intoleransi aktifitas.
Kriteria Hasil:
a.Menunjukkan pernafasan normal.
b.Mendapatkan istirahat yang cukup.
c. TD dalam keadaan normal
d.Observasi adanya tanda kerja fisik (dispnea, sesak nafas, kunang-kunang,
keletihan
e. Antisipasi dan bantu dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.
f. Beri pengalihan aktifitas.
g. Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang sama.
h. Pertahankan posisi fowler tinggi.
i. Ukur tanda vital selama istirahat.
j. Merencanakan istirahat yang tepat.
k .Untuk mencegah kelelahan.
l. Meningkatkan istirahat dengan tenang serta mencegah kebosanan dan
menarik diri.
m. Untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat.
n. Untuk pertukaran udara ug optimal.
o. Untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktifitas
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan
tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam mampu untuk
mengidentifikasi perilaku untuk mencegah menurunkan infeksi.
Kriteria Hasil:
a.Klien.
b.Klien tidak menunjukkan bukti infeksi. 1. Tingkatkan cuci tangan yang
baik oleh pemberi perawatan dan klien.
c. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur perawatan.
d. Berikan perawatan kulit.
e. Lindungi anak dari kontak dengan individu yang terinfeksi.
f. Pantau suhu.
g. Mencegah terjadinya kontaminasi bakterial.
h. Menurunkan resiko infeksi bakteri.
i. Menurunkan resiko kerusakan kulit atau jaringan.
j. Untuk meminimalkan pemejanan pada organisme infektif.
k. Adanya bukti infeksi dan membutuhkan pengobatan.
l. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau
kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat
(Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di
sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya
produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan
etiolognya yaitu: anemia pasca pendarahan (kehilangan darah mendadak,
kehilangan darah menahun), anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik
(defisiensi asam folat dan B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik
No comments:
Post a Comment