Wednesday, June 4, 2014

Asuhan Keperawatan Anemia


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
         Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
          Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999). Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu mendapat perhatian. 

B. Tujuan
  a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan penyakit anemia. 
   b.Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu: 
1.Mengetahui anatomi fisiologi darah 
2.Mengetahui pengertian anemia 
3.Mengetahui etiologi anemia 
4.Mengetahui patofisologi anemia 
5.Mengetahui manifestasi klinis anemia 
 6.Mengetahui macam-macam anemia 
7.Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita anemia 

BAB II
TINJAUN PUSTAKA 
A. Anatomi Fisiologi
       Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri. Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit. 

1.Sumsum tulang Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat badan total,sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah. 

2.Eritrosit 
Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna. 
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang. 

3.Leukosit (sel darah putih) 
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap bahan infeksius yang mungkin ada. Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau dalam terminologi klinis disebut “poli” karena intinya multipel. 
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun. 

4.Trombosit 
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm, yang terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein. 
Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah. 

5.Plasma darah 
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu. 
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi, dinamakan immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan nfaktor pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi pada tahap-tahap pembekuan. 
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan, diantara zat lainnya. 

B. Defenisi
      Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999). Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997). Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong, 2003) 
     Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998).
          Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan hematokrit (Ht) < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37 % pada wanita. Memungkinkan terjadinya : 
  • Penurunan Kuantitas hemoglobin
  • Penurunan Komponen Earitrosit
Normal HT 3 kali lipat dari HB

C. Etiologi
      Dikelompokkan menjadi 2 faktor utama, yaitu : 
1.Penurunan produksi eritrosit, dapat terjadi karena : 
   a. Kerusakan sumsum tulang 
   b. Berkurangnya bahan pembentuk eritrosit 
2.Peningkatan kehilangan eritrosit dalam sirkulasi 
a. percepatan penghancuran eritrosit 
b. Perdarahan 

D. Patofisiologi
 1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan berkurang 
 2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia 
 3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi,dyspne, syok 
 4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50% terdapat kompensasi adalah: 
a.Peningkatan curah jantung dan pernafasan 
b.Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin 
c.Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan 
d.Redistribusi aliran darah ke organ vital 

Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan. 

E. Manifestasi Klinik
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi 
2.T akikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang) 
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP 
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare) 

F. Klasifikasi Anemia
1.Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi) 
a. Etiologi 
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahun. 

1). Kehilangan darah mendadak
 a).Pengaruh yang timbul segera 
   Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang fisiolgis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak dan jantung) 
 Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. 
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia 
  b). Pengobatan terlambat
  Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit dan hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal jantung.
2). Kehilangan darah menahun
   Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila tidak diimbangi dengan masukan besi yang cukup.

2. Anemia defisiensi besi
  Anemia defisiensi zat besi sering ditemukan di Indonesia. Anemia defisiensi zat besi merupakan suatu penyakit yang dapat mengakibatkan efeka yang sangat serius pada fungsi jantung dan paru jika tidak segera ditangani. Selain itu juga dapat menyebabkan kematian. Anemia defisiensi besi sering terjadi pada pria atau wanita pasca menopause. Menurut Sneltzer (2002) bahwa penyebab tersering pada anemia yang dialami oleh pria ataupun wanita pasca menopause disebabkan karena kurangnya masukan nutrisi. Selain pada pasca menopause juga dapat terjadi pada bayi. Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.

G. Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi: 
1.Gagal jantung Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen. Cerebral hypoxia, atau kekurangan penyediaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba. 
2.Kejang Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut kejang. 
3.Perestesia
BAB III 
1. Pengkajian
a.  Lakukan pengkajian fisik 
b. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet 
c. Observasi adanya manifestasi anemia
  a). Manifestasi umum
  • Kelemahan otot
  • mudah lelah
  • kulit pucat
b). Manifestasi sistem syaraf pusat

  • Sakit kepala 
  • Pusing 
  • Kunang-kunang 
  • Peka rangsang 
  •  Proses berpikir lambat 
  • Penurunan lapang pandang
  • Apatis 
  • Depresi
c). Syok (anemia kehilangan darah)

  • Perfusi perifer buruh 
  • Kulit lembab dan dingin 
  • Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral 
  • Peningkatan frekwensi jatung
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksi 
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum. 
c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh. 
d. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah

3. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksia. 
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan menunjukkan tingkat perfusi jaringan yang sesuai. 
Kriteria Hasil: 
a. Tidak ada sianosis sentral atau perifer. 
b. Kulit hangat atau kering. 
c. Status mental biasa. 
d. Observasi perubahan status mental. 
e. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa. 
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 
g. Tinggikan kaki atau telapak bila di tempat tidur atau kursi. 
h. Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, bingung. 
i. Gelisah, bingung, disorientasi atau perubahan sensori atau motor dapatmenunjukkan aliran darah, hipoksia atau cidera faskuler serebral (CSV) sebagai akibat emboli sistemik. 
j. Kulit pucat/sianosis, kaku membrane bibir atau lidah menunjukkan vasokontriksi/ syok dan gangguan aliran sistemik. 
k.Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan. 
l. Menurunkan status vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan thrombus. 
m.Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum 
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien melaporkan peningkatan intoleransi aktifitas. 
Kriteria Hasil: 
a.Menunjukkan pernafasan normal. 
b.Mendapatkan istirahat yang cukup. 
c. TD dalam keadaan normal 
d.Observasi adanya tanda kerja fisik (dispnea, sesak nafas, kunang-kunang, keletihan
e. Antisipasi dan bantu dalam aktifitas kehidupan sehari-hari. 
f. Beri pengalihan aktifitas. 
g. Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang sama. 
h. Pertahankan posisi fowler tinggi. 
i. Ukur tanda vital selama istirahat. 
j. Merencanakan istirahat yang tepat. 
k .Untuk mencegah kelelahan. 
l. Meningkatkan istirahat dengan tenang serta mencegah kebosanan dan menarik diri.
m. Untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat. 
n. Untuk pertukaran udara ug optimal. 
o. Untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktifitas

3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam mampu untuk mengidentifikasi perilaku untuk mencegah menurunkan infeksi. 
Kriteria Hasil: 
a.Klien. 
b.Klien tidak menunjukkan bukti infeksi. 1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien. 
c. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur perawatan. 
d. Berikan perawatan kulit. 
e. Lindungi anak dari kontak dengan individu yang terinfeksi. 
f. Pantau suhu. 
g. Mencegah terjadinya kontaminasi bakterial. 
h. Menurunkan resiko infeksi bakteri. 
i. Menurunkan resiko kerusakan kulit atau jaringan. 
j. Untuk meminimalkan pemejanan pada organisme infektif. 
k. Adanya bukti infeksi dan membutuhkan pengobatan. 
l. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan 
    Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999). 
    Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
    Macam-macam atau klasifikasi dari anemia berdasarkan etiolognya yaitu: anemia pasca pendarahan (kehilangan darah mendadak, kehilangan darah menahun), anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik

No comments:

Post a Comment